DEWASA.
“Galiiihhh jangaaann !!!” teriakan mamanya ketika ia bermain-main korek api.
“Itu berbahaya. Kamu masih kecil.” tambah mamanya mengambil korek api dari tangannya.
“Ma, aku sudah kelas 4..!” sergahnya. Tapi mamanya berlalu begitu saja.
Bisa jadi mamanya benar. Ia memang masih kecil. Namun ia satu-satunya lelaki di rumah yang dihuni bersama mama dan adiknya. Anak itu ingin lebih cepat dewasa.
Impiannya tersebut mungkin masih tertahan berbagai larangan dan perintah mamanya. Dilarang nonton tv hingga larut. Harus gosok gigi sebelum tidur. Dilarang ini. Dilarang itu. Harus ini. Harus itu.
Di sisi lain, ia pun memang belum benar-benar bisa mandiri. Ia masih sering ditemani mamanya jika melakukan aktifitas.
“Ayo, kamu potong rambut sendiri sana! Rambut kamu sudah panjang. Kali ini mama nggak bisa antar. Belum masak.” perintah mamanya sembari memberinya uang.
Galih sedikit enggan dengan perintah mamanya kali ini. Ia belum pernah pergi sendirian ke tukang cukur. Namun karena tidak ingin membuat mamanya marah, akhirnya ia melangkahkan kaki juga.
Tukang cukur langsung menyambutnya saat ia mengutarakan maksud. Tak sesulit yang ia dibayangkan. Galih pun tinggal menunjuk gambar berbagai pilihan bentuk potongan rambut yang diinginkan. Ia baru saja memahami alasan tukang cukur itu memasang gambar model potongan rambut.
Sejajar dengan gambar model itu, tampak tulisan ‘Harga Potong Rambut. Dewasa 20.000, Anak-anak 15.000’. Di sakunya sudah terselip uang pemberian ibunya. Proses potong rambut pun tak lama. Ia sudah rapi kini. Tukang cukur memberikan bon lalu Galih membayarnya.
“Ah..!” anak itu berseri-seri sepanjang jalan mengingat apa yang telah dilakukannya. Ia pun girang memandang bon pemberian tukang cukur. Harapannya terkabul.
Bon tersebut tertulis: 1 Dewasa Rp 20.000,-